sepotong yang tumpah

merenung.
ya, aku suka sekali itu
merenungi kamu, merenungi orangtua, merenungi lingkungan
tapi lebih banyak ku habiskan merenungi diriku sendiri
mengasyikkan, membuatku lupa, bahkan menjadi candu baru

semua itu bertambah lengkap
bila bersama hening dan sepi
minimal untuk pikiranku

merenung memang tidak ada ujung
celah putih tidak ditemukan sebelum berjalan meski tertatih

retorika ini, klasik tapi aku suka
seperti yang biasa kulakukan
seperti saat ini, saat aku mengetik ini di depan layar
aku stagnan. aku bodoh

rasanya tidak ada tempat untukku
rumah bukanlah rumah bagiku
entah kemana aku ragu
aku atau kamu, butuh tempat untuk bersyahdu

aku butuh pelarian
mendamba ketenangan
memimpikan kekuatan
mengangankan lingkungan
menghasrati aku
aku bisa

aku butuh kamu
aku butuh Engkau
satu satunya yang mengerti aku
tempat aku mengadu
berkeluh kesah

panggil aku pendrama
panggil aku pembimbang
panggil aku penggelisah
aku tidak menggertak

aku butuh kamu
kamu butuh aku
aku tahu dari matamu
mereka mengisyaratkan agar aku tahu
tapi aku berlagak tidak tahu

aku membutuhkan ruang sepi
dimana hanya ada aku dan diri sendiri, berdiskusi
harus ada benak dan budi yang dibenahi
serta mimpi yang harus dibangun lagi

aku hanya butuh bergerak
aku hanya butuh bangun dan tersadar
aku butuh bantuan kamu
aku butuh bantuan aku

dekatilah, genggam tanganku, dan rasakan
di dunia palsu aku tahu kita akan bertahan

kamu jangan sedih sendiri
lebih baik bila aku temani
kamu tidak akan pernah rapuh sendiri
hal yang waras bila meratapi diri sendiri

dan aku berusaha


seperti diatas lah sebagian kecil dari sekelumit hati
yang ada di diriku, terhadapmu, terhadapku
dan apa apa yang mengganggu dan terganggu
aku renungi, kini aku tulis

Komentar